Wow!! Pejabat Eselon Tak Ngantor Lebih dari 200 Hari, BPK Juga Temukan Penyelewengan Dana Perjalanan Dinas sampai Rp7 Miliar

Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Sumsel menemukan hal yang tak wajar dalam penggunaan anggaran Perjalanan Dinas yang dilakukan Sekretariat DPRD Sumsel pada tahun anggaran 2022. Sejumlah pegawai maupun pejabat Eselon III melaksanakan perjalanan dinas melebihi dari jumlah hari kerja efektif dalam setahun. 

Perjalanan dinas yang dilakukan mereka mencapai 200-263 hari dalam setahun. Padahal, jumlah hari kerja efektif pada 2022 lalu hanya mencapai 260 hari dengan perhitungan 5 hari kerja dalam seminggu.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Provinsi Sumsel 2022 yang dilakukan BPK Sumsel, realisasi perjalanan dinas pada Sekretariat DPRD sebesar Rp105.767.628.426,00, dengan rincian Perjalanan Dinas Dalam Daerah sebesar Rp45.838.770.809,00 dan Perjalan Dinas Luar Daerah sebesar Rp59.928.857.617,00

Dari jumlah tersebut, terdapat sebanyak 141 orang pegawai pada Sekretariat DPRD Sumsel melakukan perjalanan dinas lebih dari 150 hari sepanjang tahun. Selain itu, banyak dari pegawai tersebut yang secara tupoksi bukanlah pegawai yang memang membutuhkan penugasan untuk perjalanan dinas.

Lebih rinci, BPK menampilkan Jabatan dan Tupoksi pegawai yang melakukan perjalanan dinas lebih dari 150 hari. Seperti Adum-Subag Rumah Tangga berinisial AWa sebanyak 199 hari, Adum-Subag Rumah Tangga berinisial AFr sebanyak 211 hari.Lalu, Pengelola Arsip berinisial ABa sebanyak 186 hari, Kasubang Anggaran berinisial FKD sebanyak 263 hari, Adm Absensi & Jadwal Jaga Keamanan DHo sebanyak 199 hari, Analis Legalisasi berinisia DEr sebanyak 215 hari. Kemudian Kasubag Indo, Dok & Perpustakaan beinisial BPe sebanyak 230 hari dan Kasubag Protokol berinisial LMu sebanyak 223 hari.

Tim BPK yang melakukan pemeriksaan juga menemukan bahwa 20 orang yang melakukan perjalanan dinas dengan nilai kelebihan pembayaran paling tinggi terdapat sebanyak 13 orang yang bukan ASN. Melainkan tenaga honor di Sekretariat DPRD.

Berbagai data dan hasil keterangan kepada Sekretaris DPRD yang menjadi Pengguna Anggaran menunjukkan bahwa tidak ada mekanisme pengendalian dalam pemberian Surat Tugas.

Sekretaris DPRD juga belum sepenuhnya mengendalikan jumlah hari perjalanan dinas masing-masing pegawai serta belum mempertimbangkan efisiensi penggunaan anggaran serta output (capaian) atau kegiatan perjalanan dinas.

Kelebihan Pembayaran Perjalanan Dinas sebesar Rp7.090.146.418,00

Selain menemukan sejumlah pegawai yang melakukan perjalanan dinas tak masuk akal, tim pemeriksa BPK Sumsel juga menemukan fakta pembayaran Belanja Perjalanan Dinas yang tidak sesuai dengan kondisi nyata sebesar Rp7.090.146.418.

Hal itu didapat setelah tim pemeriksa melakukan uji petik atas pertanggungjawaban perjalanan dinas luar daerah luar provinsi ke sejumlah pihak seperti maskapao penerbangan dan hotel tempat pejabat menginap.

Adapun rinciannya sebagai berikut:

1. Perjalanan Dinas yang Tidak Dilaksanakan Sebesar Rp2.656.908.800,00

Hasil konfirmasi secara tertulis kepada maskapai penerbangan Lion Air, Super Air Jet, dan Batik Air menunjukkan bahwa tiket pesawat yang dipertanggungjawabkan oleh pelaksana perjalanan dinas tidak sesuai dengan nama pelaksana perjalanan dinas dan sebagian tiket pesawat tidak terdata pada sistem penerbangan Lion Air, Super Air Jet, dan Batik Air.

Pengujian lebih lanjut atas bukti pertanggungjawaban hotel pada perjalanan dinas tersebut menunjukkan bahwa pelaksana perjalanan dinas tidak menginap pada hotel yang dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan permintaan keterangan kepada pelaksana perjalanan dinas diketahui bahwa pelaksana tersebut tidak melaksanakan perjalanan dinas dan membuat bukti pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya sehingga terdapat kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas sebesar Rp2.656.908.800,00.

2. Bukti Pertanggungjawaban Hotel/Penginapan Tidak Sesuai dengan Kondisi Senyatanya Sebesar Rp1.867.458.118,00

Hasil konfirmasi secara tertulis kepada pihak hotel tempat pelaksana perjalanan dinas menginap menunjukkan bahwa terdapat kelebihan pembayaran hotel sebesar Rp1.867.458.118,00 dengan alasan sebagai berikut:

a. Pelaksana perjalanan dinas yang tidak menginap pada hotel yang dipertanggungjawabkan. Dengan memperhitungkan hak pelaksana perjalanan dinas yang tidak menginap maka pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas hanya berhak mendapatkan 30 persen biaya penginapan.

b. Harga penginapan yang dipertanggungjawabkan berbeda dengan harga yang dikonfirmasi kepada pihak hotel.

3. Bukti Pertanggungjawaban Tiket Pesawat Tidak Sesuai dengan Kondisi Senyatanya Sebesar Rp2.560.992.500,00

Hasil konfirmasi secara tertulis kepada maskapai penerbangan Lion Air, Super Air Jet, dan Batik Air menunjukkan bahwa terdapat kelebihan pembayaran tiket pesawat sebesar Rp2.560.992.500,00 karena:

a. Harga tiket pesawat yang dipertanggungjawabkan oleh pelaksana perjalanan dinas berbeda dengan harga tiket yang dikonfirmasi oleh pihak maskapai. Hasil permintaan keterangan kepada penyedia tiket pesawat pada Sekretariat DPRD yaitu CV ATo menunjukkan bahwa harga tiket yang dipertanggungjawabkan lebih besar dari harga sebenarnya, sehingga terdapat selisih harga tiket.

b. Tiket pesawat yang dipertanggungjawabkan oleh pelaksana perjalanan dinas tidak sesuai dengan nama pelaksana perjalanan dinas dan/atau tiket pesawat tidak terdata pada sistem penerbangan Lion Air, Super Air Jet dan Batik Air.

4. Kelebihan hari perjalanan dinas, sehingga terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp4.830.000,00.

Dorong Aparat Penegak Hukum Usut Penyelewengan Anggaran Perjalanan Dinas

Temuan BPK Sumsel terhadap berbagai modus penyelewengan anggaran perjalanan dinas yang terjadi di Sekretariat DPRD Sumsel sudah terjadi hampir setiap tahun. Sehingga, Aparat Penegak Hukum (APH) diminta untuk mengusut tindakan yang berpotensi melanggar aturan tersebut.

Demikian disampaikan Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumsel, Nuniek Handayani kepada Kantor Berita RMOL Sumsel.

“Perjalanan dinas sampai 200 hari dalam setahun. Jelas itu tidak masuk akal. Kami sangat mendorong penegak hukum untuk menindak lanjuti temuan BPK ini. Kalau tidak, ya bakal menguap terus sebab setiap tahun praktik seperti ini selalu terjadi,” kata Nuniek.

Dia mengatakan, praktik oknum pejabat dalam mencari-cari kiat untuk curang terus berkembang setiap tahunnya. Kini, mereka telah punya banyak cara mengakali sistem, seperti memalsukan tiket penerbangan atau boarding pass sampai penginapan pada saat reimburstment.

“Itukan cara-cara yang kotor, kalau tidak mana mungkin bisa jadi temuan BPK. Bahkan angkanya juga fantastis, ini kan seperti ada orkestrasi dalam mengakali anggaran,” jelasnya.

Pengamat Politik, Bagindo Togar mengatakan, ulah oknum yang pegawai yang melakukan penyelewengan anggaran perjalanan dinas jelas motifnya mencari keuntungan pribadi.

“Sangat sulit diterima kalau memang ada yang seperti itu, karena hari kerja normalnya sekitar hanya 260 hari dalam setahun. Jadi jika ada yang 200 hari melakukan perjalanan dinas, berarti hampir setahun tidak masuk kerja. Padahal mereka itu disumpah untuk mengabdi kepada negara,” tegasnya.

Bagindo mengatakan, tidak ada dalil pembenaran di lembaga manapun terkait temuan adanya perjalanan dinas oknum pejabat tertentu yang mencapai 200 hari lebih dalam setahun. Untuk itu, dia berharap sanksi yang diberikan harusnya tidak hanya bersifat administratif.

“Tidak cukup sanksi adminitratif, gak masuk lagi itu. Inilah bukti lemahnya pengawasan dari pimpinan, atau memang sengaja kerjasama soal ini. Jelas ini tidak ada pembenarannya, sanksinya harus berat,” pungkasnya.

Dikonfirmasi sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Sumsel, Muchendi Mahzareki mengaku tidak tahu soal detil sejumlah temuan BPK tersebut. “Aku cek dulu,” kata politisi Partai Demokrat ini usai rapat paripurna DPRD Sumsel, Senin (24/7).

Muchendi mengatakan, BPK setiap tahunnya memberikan sejumlah catatan terkait kinerja keuangan dari masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Catatan itu terangkum dalam buku Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).  “Untuk detil temuan-temuan itu aku lupo, dan temuan itu bukan hanya di DPRD saja tapi  OPD-OPD di Sumatera Selatan juga,” katanya.

DPRD Sumsel juga selama ini terus menjalankan fungsinya dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja eksekutif. “DPRD Sumsel selalu ada mengevaluasi dan mengingatkan Sekretariat DPRD Sumsel dan OPD-OPD lain. Mudah-mudahan dengan adanya beberapa temuan itu ini menjadi bahan  evaluasi, perbaikan sehingga di kemudian hari di tahun-tahun yang akan datang tidak akan terulang lagi,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Sumsel, Antoni Yuzar menambahkan, setiap temuan BPK harus ditindaklanjuti selama 60 hari jika tidak bisa menjadi bahan aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya. “LHP itu rata-rata ada rekomendasi bentuknya, misal pengembalian uang ke kas negara,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, BPK juga mendapati temuan terkait proyek rehabilitasi/renovasi rumah dinas pimpinan DPRD Sumsel pada tahun 2022. Berdasarkan laporan tersebut disimpulkan, pekerjaan rehabilitasi tersebut diduga tanpa perencanaan yang matang. Sebab proyek tersebut dipecah menjadi puluhan paket pekerjaan dengan mekanisme pengadaan langsung. Pemecahan paket proyek dilakukan sesuai kebutuhan atas permintaan masing-masing penghuni rumah dinas, mulai dari Ketua DPRD Sumsel, Wakil Ketua I, Wakil Ketua II dan Wakil Ketua III.

Sumber: rmolsumsel.id