PALEMBANG – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumsel terus berupaya melakukan pengembangan kemampuan para auditor dalam melakukan pemeriksaan keuangan daerah guna mendapatkan hasil yang semakin berkualitas, salah satunya dengan menggelar Knowledge Transfer Forum (KTF).
Kali ini BPK Perwakilan Sumsel Bersama Biro SDM BPK RI menggelar KTF bertajuk Teknik dan Bukti Audit serta Wawancara Audit dengan narasumber Widyaiswara Madya dari Badiklat PKN BPK RI, Najmatuzzahra yang diikuti 38 peserta di Aula BPK Perwakilan Sumsel, Kamis (27/10/2022).
Kepala BPK Perwakilan Provinsi Sumsel Andri Yogama mengatakan kegiatan kursus singkat ini akan sangat membantu dan bermanfaat bagi pemeriksa untuk menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas pemeriksaan.
“Selain mendengarkan penyampaian materi dari narasumber, diharapkan perserta turut aktif melakukan tanya jawab serta contoh faktual, agar ilmu yang didapat betul-betul dilaksanakan dalam kegiatan pemeriksaan nantinya,” kata Andri didampingi Kepala Subauditorat Sumsel II Roes Nelly saat membuka kegiatan KTF.
Kegiatan KTF ini dibagi dalam dua sesi, yakni pertama narasumber menyampaikan materi terkait Teknik dan Bukti Audit, Najmatuzzahra menyebut, teknik audit merupakan cara yang diterapkan auditor untuk mendapatkan bukti audit. Serangkaian teknik audit dipilih dan disusun dalam prosedur audit berdasarkan pertimbangan profesional auditor untuk mencapai tujuan audit tertentu.
“Ada empat kunci keberhasilan dalam teknik audit, yakni mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, kuasai teknik audit, cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih dan cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan yang dipilih,” kata Najmatuzzahra.
Sedangkan bukti audit, merupakan fakta yang diperoleh dari penggunaan berbagai teknik audit yang dilakukan dan fakta tersebut menjadi dasar yang layak untuk mengambil suatu kesimpulan audit.
Pada sesi kedua Narasumber memaparkan terkait Teknik Wawancara Audit, menurutnya, permintaan keterangan atau wawancara diatur dalam Pasal 10 huruf d Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat meminta keterangan kepada seseorang.
Kemudian di Pasal 24 ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dipidana penjara paling lama satu tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp500 juta. Selain itu juga terdapat dalam Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemanggilan dan Permintaan Keterangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
“Permintaan keterangan/wawancara dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan dan dapat dilakukan kepada pihak ketiga atau saksi dan bisa juga dilakukan kepada orang yang diduga terlibat. Keterangan yang diperoleh biasanya tidak dapat digunakan sebagai simpulan, tapi digunakan sebagai bukti audit untuk memperkuat bukti yang diperoleh dengan teknik audit lainnya yang berkesesuaian,” papar Najmatuzzahra. (Humas)