JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Indonesia dinilai masih memiliki keterbatasan akses untuk mengaudit penerimaan negara, terutama pajak dan pinjaman luar negeri. Meski demikian, laporan keuangan BPK mendapat status wajar tanpa pengecualian (WTP),
Demikian laporan hasil pemeriksaan kinerja (fxwrrtku) BPK Belanda (Algemene Rekenkamer/ARK) terhadap BPK RI yang disampaikan ftvsideji o/Netherlands Court of Audit Saskia J StuiveHng di Jakarta, Kamis (20/$.
Menurut Saskia, keterbatasan akses itu menunjukkan bahwa deklarasi The Internationa] Organization of Supreme Audit Institutions (Intosai) pada 1997 dan deklarasi Meksiko pada 2007 belum terlaksana dengan baik di Indonesia.
“Prinsip keempat Intosai menyebutkan bahwa akses tanpa batas sangat diperlukan untuk melaksanakan tanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan.” kata dia dalam laporan Peer Review 2009 atas BPK RI.
Berdasarkan hasil pengamatan ARK, kata Saskia, BPK RI perlu membuat rencana strategis yang dapat diterapkan dalam lingkungan politik sesuai dengan fungsinya. Untuk itu, kata dia, perlu ada kerja sama dan komunikasi dengan wakil-wakil rakyat dan pemerintah di pusat dan daerah.
“BPK selama ini terhambat dalam melaksanakan tugasnya, karena akses terhadap informasi pada kantor pajak masih terbatas,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua BPK Anwar Nasution mengatakan, untuk mengantisipasi keterbatasan akses, BPK telah menjalin kerja sama dengan Komisi Xl DPR. “BPK bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pemeriksaannya kepada DPR, karena mereka punya hak bujet. Mereka harus tahu semua hasil laporan audit BPK,” ujar dia.
Menanggapi keterbatsan akses BPK dalam pemeriksaan pinjaman luar negeri seperti dilaporkan ARK, Anwar mengatakan, pemerintah sudah menyerahkan kewenangan lebih luas kepada BPK sebagai eksternal kontrol.
*Investor Daily Indonesia