Korupsi Makanan Santri di Rumah Tahfiz, Netty Herawati Divonis 1 Tahun Penjara Denda Rp 50 Juta

Terdakwa korupsi rumah Tahfiz Netty Herawati divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan penjara.

Sidang vonis itu digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Palembang, Kamis (3/10/2024).

Vonis terhadap Netty tersebut diketahui lebih rendah dari tuntutan JPU Kejari Lubuklinggau yakni tuntutan 1 tahun 3 bulan penjara, denda sebesar 50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sidang diketuai hakim  Fiyanto  didampingi anggota Masriati dan Khoiri Akhmad serta panitera pengganti sedangkan terdakwa didampingi penasehat hukumnya.

Dalam putusannya hakim Netty dipandang telah melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Kajari Lubuklinggau Anita Asterida SH, MH melalui Kasi Pidsus Achmat Arjansyah Akbar
membenarkan bahwa telah dilakukan sidang agenda pembacaan putusan terhadap terdakwa Netty Herawati.

“Sudah menjalani putusan, terdakwa dituntut divonis pidana penjara 1 tahun denda 50 Juta subsidair 2 bulan penjara,” ungkap Anca panggilannya.

Anca menjelaskan pertimbangan sebelumnya, hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa menghambat program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Yang memberatkan terdakwa karena tidak mendukung program pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi,” kata Anca.

Anca menyampaikan bahwa terkait putusan itu terdakwa Netty sendiri menerima putusan, termasuk JPU Kejari Lubuklinggau juga menerima putusan tersebut.

“Terdakwa menerima putusan, JPU juga menerima putusan,” ujarnya.

Sebelumnya kata Anca dalam tuntutan, hal yang meringankan terdakwa mengakui dan berterus terang di persidangan, menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum.

“Kemudian terdakwa sudah menitipkan uang Rp  163.260.000 sebagai tanggung jawab terdakwa atas kerugian Negara dari total uang pengganti  Rp 172. 760.000,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Kasi Humas Kejari Lubuklinggau Wenharnol mengatakan kerugian negara berdasarkan hasil audit BPKP Sumsel dalam perkara tersebut mencapai Rp172 juta dengan modus rumah tahfiz memasak sendiri makanan untuk santrinya.

“Dalam kasus ini pelaku sebagai KPA dan Kabid, modusnya kegiatan makan minum rumah tahfidz tahun 2021 2022 ini dilaksanakan dengan cara memasak sendiri dengan biaya diberikan dinas pendidikan sebesar Rp. 580 juta sedangkan dianggarkan APBD Rp 836 juta,” ujarnya.

Lanjutnya, berdasarkan hasil penyidikan sementara untuk tersangka baru satu orang, hanya saja tidak menutup kemungkinan nanti akan ada tersangka lainnya.

“Kalau sejauh ini baru satu tersangka tapi nanti tergantung penyidikan kalau ada hal baru tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain,” ungkapnya.

Sumber: Sripoku.com