Berkas perkara 3 ASN tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran BLUD RSUD Rupit Muratara tahun 2018 dilimpahkan Polres Muratara ke Kejaksaan Negeri Lubuklinggau.
Dalam perkara ini ketiga oknum tersebut diduga terbukti menggelapkan uang negara sekitar Rp 1,04 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Lubuklinggau, Anita Asterida melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Lubuklinggau melalui Achmad Arjiansyah Akbar membenarkan telah menerima penyerahan berkas ketiga tersangka.
“Penyerahan ini merupakan tahap II dari pihak kepolisian kepada kejaksaan,” Kata Anca panggilannya saat dikonfirmasi Tribunsumsel.com, Senin (23/9/2024).
Ketiga tersangka yang dilimpahkan yakni Jeri Afrimando selaku Direktur RSUD Rupit periode Januari-Juni 2018, Herlinah selaku Direktur RSUD Rupit periode Juli-Desember 2018 dan Dian Winani selaku Bendahara pengeluaran BLUD RSUD Rupit tahun anggaran 2018.
“Untuk sementara sembari melengkapi berkas -berkas, ketiga tersangka akan dititipkan di Lapas kelas II A Lubuklinggau,” bebernya.
Diberitakan sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Muratara, AKP Sofian Hadi menjelaskan penanganan kasus bermula bermula pada (21/3/2022) terdapat laporan dan informasi terkait pengelolaan anggaran BLUD RSUD Rupit Kabupaten Muratara Tahun Anggaran 2018 yang dicurigai terdapat aktivitas korupsi.
“Dari laporan itu penyidik mendapatkan Hasil Pemeriksaan Khusus (LHP-K) dengan potensi selisih pertanggungjawaban anggaran sebesar Rp 4.131.103.479,” katanya dalam pers rilis beberapa waktu lalu.
Setelah melakukan koordinasi kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) terkait Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN), didapatkan kerugian negara sebesar Rp 1.047.320.849,86.
Kemudian, pada 20 Oktober 2023, Penyidik Unit Tipidkor Polres Muratara melaksanakan gelar perkara penetapan tersangka di ruang Ditkrimsus Polda Sumsel dan pada 25 Oktober 2023 penyidik menerbitkan surat penetapan tersangka terhadap tiga orang.
“Modus para tersangka yaitu mempertanggungjawabkan pengeluaran kegiatan yang tidak dilaksanakan atau fiktif. Kemudian membuat pengeluaran lebih tinggi dari pengeluaran sebenarnya dan membayar lebih transaksi dari yang sebenarnya,” bebernya.
Sofian menjelaskan tersangka Jeri selaku Direktur RSUD Rupit pada saat itu diduga bersama tersangka Herlinah dan Dian tidak melibatkan pejabat teknis lain untuk mempermudah penggunaan belanja BLUD RSUD Rupit tahun 2018.
“Tersangka juga menyetujui pelaporan kegiatan belanja BLUD SUD Rupit tahun 2018 meskipun tidak pernah melakukan kontrol terkait pengeluaran uang, pencatatan dan penatausahaan bukti-bukti transaksi (SPJ),” ujarnya.
Modus tersangka Jeri memerintahkan Dian untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran meskipun kegiatannya tidak dilaksanakan atau fiktif dan lebih tinggi dari realisasi yang sebenarnya.
“Lalu menggunakan uang senilai Rp 131,5 juta yang diterima dari tersangka Dian baik secara tunai atau transfer,” ujarnya.
Lalu tersangka Jeri memerintahkan Dian untuk memberikan uang tunai senilai Rp 10 juta kepada Herlinah selaku Kasi Pelayanan periode Januari-Juni 2018 dan menyuruh Herlinah untuk memberikan uang Rp 10 juta tersebut kepada pihak yang tidak berhak.
“Tersangka Dian selaku Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD Rupit tahun 2018 diduga mencatat transaksi pengeluaran pada BKU tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban serta tidak melakukan tutup buku pada BKU secara periodik,” ujarnya.
Tersangka Dian diduga menggunakan uang BLUD RSUD Rupit tahun 2018 untuk kepentingan di luar operasional dan non-operasional Rumah Sakit untuk kepentingan pribadi senilai Rp 251.438.260
Kemudian tersangka Herlinah juga diduga menyetujui pelaporan kegiatan belanja BLUD RSUD Rupit tahun 2018 meskipun tidak pernah melakukan kontrol terkait pengeluaran uang, pencatatan dan penatausahaan bukti-bukti transaksi (SPJ).
“Atas perintah tersangka Herlinah selaku Direktur RSUD periode Juli-Desember 2018 membuat sendiri bukti pertanggungjawaban dibantu oleh Frandede dan Sari selaku Staf Keuangan RSUD Rupit,” ungkapnya.
“Tersangka Herlinah juga memerintahkan tersangka Dian, Frandede dan Sari untuk membuat SPJ dan melengkapi SPJ dalam rangka pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Musi Rawas Utara pada tahun 2019,” ujarnya.
Kemudian, tersangka Herlinah juga menggunakan uang senilai Rp 49,6 juta yang diterimanya dari tersangka Dian secara tunai.
Ia juga membeli handphone jenis Samsung A8 senilai Rp 4,7 juta dan uang senilai Rp 30 juta yang berasal dari pengembalian uang yang batal diserahkan Zulbakri kepada pihak yang tidak berhak.
Akibat perbuatannya ketiga tersangka telah memenuhi unsur-unsur Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 dengan ancaman hukuman pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar, Serta Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999.
“Ancaman pidana seumur hidup atau Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan maksimal Rp 1 miliar,” ungkapnya.
Sumber: Tribunsumsel.com