Wow! BPK Ungkap 178 Temuan Senilai Rp41 Triliun di SKK Migas: Tantangan Besar Pengelolaan Keuangan Negara

Wow! BPK Ungkap 178 Temuan Senilai Rp41 Triliun di SKK Migas: Tantangan Besar Pengelolaan Keuangan Negara.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru-baru ini merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) serta 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dalam laporan tersebut, ditemukan 178 permasalahan yang totalnya mencapai nilai fantastis, yaitu Rp 41,75 triliun.

Hal ini menjadi salah satu sorotan utama yang diungkap oleh BPK dalam upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara di berbagai sektor.

Temuan Signifikan di SKK Migas dan 14 BUMN

Sebanyak 20 laporan hasil pemeriksaan diserahkan oleh BPK kepada instansi terkait, dengan fokus utama pada masalah tata kelola, kebijakan keuangan, dan pengelolaan aset negara.

Dalam rilis resminya, BPK menegaskan bahwa sebagian besar permasalahan yang teridentifikasi bersumber dari ketidaktertiban dalam pengelolaan keuangan di beberapa BUMN dan SKK Migas.

“Keuangan negara yang dikelola oleh BUMN masih belum sepenuhnya dikelola secara tertib,” ujar BPK dalam keterangan resminya.

Temuan ini menegaskan adanya tantangan besar dalam tata kelola di beberapa institusi penting di Indonesia.

Anggota VII BPK, Slamet Edy Purnomo, juga menyoroti bahwa masalah ini berakar pada kelemahan dalam struktur tata kelola, proses tata kelola, dan hasil tata kelola (governance structure, governance process, dan governance outcome).

Tata Kelola yang Lemah Jadi Tantangan Utama

Slamet Edy Purnomo mengungkapkan bahwa permasalahan tata kelola di SKK Migas dan BUMN menjadi perhatian utama BPK.

Masalah ini mencakup berbagai aspek dari proses pengambilan keputusan hingga implementasi kebijakan yang mengarah pada terjadinya beban biaya regulasi atau regulatory cost yang tidak efektif.

Dalam pandangannya, diperlukan evaluasi mendalam terhadap mekanisme pengambilan keputusan di dalam tubuh SKK Migas dan BUMN, terutama yang berdampak pada inefisiensi biaya operasional.

Regulatory cost ini kerap menjadi beban yang membebani kinerja perusahaan, mengurangi efisiensi, serta menghambat laju pertumbuhan dan pencapaian target pembangunan nasional.

“Rekomendasi BPK menekankan perlunya penguatan peran dan fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, Satuan Pengawasan Intern (SPI), serta manajemen risiko di BUMN untuk mengawal dan melaksanakan agenda pembangunan nasional secara berkelanjutan,” kata Slamet.

Penguatan tata kelola ini, lanjutnya, tidak hanya akan membantu SKK Migas dan BUMN dalam memperbaiki pengelolaan keuangan, tetapi juga memampukan kedua lembaga tersebut dalam menjalankan tugas mereka sesuai dengan visi pembangunan ekonomi nasional.

Tata kelola yang kuat dan efektif merupakan salah satu kunci utama dalam memastikan BUMN mampu berkontribusi maksimal bagi negara.

Langkah Perbaikan untuk Masa Depan

Sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi ini, BPK berharap LHP ini dapat menjadi titik balik bagi SKK Migas dan BUMN.

Slamet menyatakan bahwa laporan tersebut harus dijadikan pelajaran berharga untuk perbaikan kinerja internal, tidak hanya untuk jangka pendek tetapi juga untuk jangka panjang.

Ia menekankan bahwa pengelolaan keuangan negara yang melibatkan SKK Migas dan BUMN harus lebih efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab di masa depan.

Selain itu, pengelolaan ini juga harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Dalam konteks tata kelola, penting juga untuk menciptakan sistem yang mampu mencegah penyimpangan di masa mendatang, serta membangun budaya integritas di dalam BUMN.

Tanpa pengelolaan yang transparan dan akuntabel, potensi penyimpangan akan tetap besar dan dapat terus membebani negara.

“Dapat menjadi lessons learned satu sama lain untuk perbaikan kinerja ke depan,” ujar Slamet, dengan harapan besar agar masalah ini bisa diatasi secara sistematis.

Tindak Lanjut Sesuai Undang-Undang

BPK juga menegaskan pentingnya tindak lanjut atas temuan-temuan yang diungkapkan dalam LHP.

Dalam hal ini, SKK Migas dan BUMN diberi tenggat waktu untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK sesuai ketentuan dalam Pasal 20 Ayat (3) Undang-Undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Berdasarkan aturan tersebut, SKK Migas dan BUMN harus menyampaikan jawaban atau penjelasan terkait tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK paling lambat 60 hari setelah menerima laporan.

Langkah ini diharapkan dapat mempercepat proses perbaikan di internal SKK Migas dan BUMN, sehingga setiap rekomendasi yang diberikan BPK dapat diimplementasikan secara tepat waktu.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa masalah-masalah yang teridentifikasi tidak kembali terulang di masa mendatang, sekaligus memperkuat sistem pengawasan internal di masing-masing entitas.

SKK Migas dan BUMN Harus Segera Bertindak

Pentingnya tindak lanjut segera atas temuan BPK ini juga ditegaskan oleh para pengamat tata kelola dan keuangan negara.

Mereka menyatakan bahwa tanpa adanya langkah nyata, persoalan tata kelola ini hanya akan menambah daftar panjang permasalahan keuangan di tubuh SKK Migas dan BUMN.

Sejumlah kasus sebelumnya menunjukkan bahwa ketidakpatuhan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK seringkali berujung pada kerugian negara yang lebih besar di kemudian hari.

Selain itu, SKK Migas dan BUMN juga harus lebih aktif dalam melakukan internal audit untuk memastikan bahwa setiap rekomendasi yang diberikan BPK dijalankan dengan baik.

Keterlibatan aktif dari SPI serta dewan komisaris sangat penting untuk menciptakan sistem pengawasan yang lebih kuat dan menyeluruh.

Slamet Edy Purnomo dalam penutupnya menyampaikan harapan besar agar BUMN dan SKK Migas mampu meningkatkan kualitas tata kelola keuangan mereka, terutama dalam menghadapi tantangan besar di sektor energi dan pembangunan nasional.

Dengan tata kelola yang lebih baik, SKK Migas dan BUMN diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Laporan hasil pemeriksaan BPK ini menunjukkan bahwa meskipun BUMN dan SKK Migas berperan besar dalam perekonomian Indonesia, tantangan dalam tata kelola dan pengelolaan keuangan masih menjadi masalah serius yang harus segera ditangani.

Temuan senilai Rp 41,75 triliun ini bukan hanya angka, tetapi simbol dari lemahnya sistem pengawasan dan pengambilan keputusan di beberapa entitas penting negara.

Dalam menghadapi masa depan, langkah perbaikan yang direkomendasikan BPK harus menjadi prioritas utama.

Dengan tata kelola yang lebih baik, pengelolaan keuangan yang lebih transparan, serta pengawasan internal yang kuat, diharapkan BUMN dan SKK Migas dapat menjalankan peran strategis mereka dalam pembangunan ekonomi nasional dengan lebih efektif dan efisien.

Sumber: Palpos.id