Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel pada bidang tindak pidana khusus, tegaskan penyidikan kasus dugaan korupsi Ijin Usaha Pengelolaan (IUP) batu bara lahat berpotensi rugikan negara Rp555 miliar terus berlanjut.
Diketahui, dalam perkara ini penyidik Pidsus Kejati Sumsel beberapa waktu lalu telah melakukan penahanan 6 orang tersangka dari oknum ASN Distamben Lahat hingga pihak swasta.
Demikian ditegaskan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sumsel Umaryadi SH MH, disela-sela rilis penetapan tersangka korupsi LRT Sumsel pada Kamis 26 September 2024 lalu.
“Terkait penyidikan korupsi batu bara Lahat, saat ini masih terus berlanjut, penyidik masih mendalami keterangan baik dari para tersangka serta keterangan para saksi perkara tersebut,” ungkap Aspidsus Umaryadi SH MH.
Dikatakan Umaryadi, bukti pendalaman penyidikan perkara yang dilakukan tim penyidik Kejati Sumsel bahwa beberapa waktu lalu kembali memanggil dan memeriksa dua orang tersangka.
Dua orang tersangka tersebut, ungkap Umaryadi yaitu atas nama Gusnadi dan Budiman keduanya merupakan petinggi perusahaan swasta PT Bara Centra Sejahtera atau PT Andalas Bara Sejahtera.
“Terbukti beberapa waktu lalu, kami telah memanggil dan memeriksa dua tersangka tersebut guna mendalami materi penyidikan perkara,” tegasnya.
Masih dikatakan Umaryadi, pemeriksaan terhadap kedua tersangka tersebut juga dalam rangkaian penyidikan guna melengkapi berkas perkara penyidikan.
Lebih lanjut dikatakannya, dalam penyidikan suatu perkara tindak pidana korupsi tim penyidik Kejati Sumsel tidak mau gegabah alias terburu-buru.
“Tunggu saja nanti update perkembangan penyidikan akan diinformasikan lebih lanjut melalui Penkum Kejati Sumsel,” tukasnya.
Diketahui, sebelum penetapan 6 tersangka tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel telah memeriksa sejumlah nama untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Diantaranya tercatat, pada Selasa 21 Mei 2024 tim penyidik pidsus Kejati Sumsel memanggil dan memeriksa Bupati Lahat periode 2008-2018 Saifuddin Aswari Rivai.
Mantan Bupati Lahat dua periode tersebut, masih dari catatan redaksi telah dipanggil dan diperiksa sebanyak dua kali untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Diketahui juga, modus perkara yang dilakukan oleh para tersangka yaitu bahwa PT ABS yang merupakan perusahaan milik swasta.
Dengan struktur kepengurusan Perusahaan yang selalu berubah pada tahun 2010-2013, dijabat oleh Endre Saifoel selaku Komisaris Utama/ Komisaris/ Direktur Utama/ Direktur, Budiman selaku Direktur Utama/ Komisaris/ Direktur dan Gusnadi selaku Direktur/Direktur Utama.
Para tersangka tersebut, diduga telah dengan sengaja melakukan kegiatan penambangan diluar Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) miliknya, dan masuk ke dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik PT. Bukit Asam Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Rincinya, para tersangka dengan terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan tanah milik warga desa sekitar, yang masuk di dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT. Bukit Asam Tbk yang dilakukan oleh Gusnadi atas nama selaku Direktur PT. Bara Centra Sejahtera maupun oleh Endre Saifoel secara pribadi.
Bahwa perbuatan PT ABS tersebut dilakukan bersama-sama dengan 3 oknum ASN Lahat yaitu Misri selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat tahun 2010-2015.
Bersama-sama dengan tersangka Saifullah Apriyanto selaku Kasi Bimtek dan Pembinaan dan Lepy Desmianti Kasi pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat tahun 2010-2016, dengan sengaja melakukan pembiaran.
Atau dengan kata lain, tiga oknum ASN tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam bidang pengawasan pertambangan umum di PT. ABS selaku Ketua dan/atau Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) bidang Pertambangan Umum Kabupaten Lahat dalam periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
Atas perbuatan para tersangka tersebut, telah berpotensi merugikan keuangan Rp555 miliar yang dihitung dari faktor kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal.
Selain berpotensi rugikan negara Rp555 miliar, para tersangka sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi.
Sumber: Sumeks.co