PALEMBANG – Dalam rangka meningkatkan dan menyamakan pemahaman pemeriksa agar hasil pemantauan penyelesaian kerugian daerah menjadi seragam, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumsel menggelar sosialisasi Kerugian Negara/Daerah dan upaya penyelesaiannya.
Saat membuka kegiatan sosialisasi yang digelar melalui aplikasi Zoom pada Selasa (8/9/2020), Kepala BPK Perwakilan Provinsi Sumsel Harry Purwaka menjelaskan, terkait kerugian Negara/Daerah terdapat kewajiban BPK untuk memantau penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang dilakukan bendahara, PNS Non Bendahara dan pihak ketiga.
“Setiap semester, BPK Perwakilan Sumsel melakukan pemantauan penyelesaian kerugian daerah yang kemudian diinput pada aplikasi SIKAD. Namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan pemahaman oleh pemeriksa, sehingga hasil pemantauan tidak seragam,” kata Harry.
Sehingga dengan kegiatan sosialisasi ini, Kepala Perwakilan berharap dapat meningkatkan pemahaman pemeriksa terkait kerugian negara/daerah dan upaya penyelesaiannya. “Dari acara ini, nantinya diharapkan pemeriksa mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan dapat mengaplikasikannya pada saat pemantauan penyelesaian kerugian daerah,” harapnya.
Harry juga meminta kesediaan Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara (Kaditama Binbangkum) BPK RI Dr Blucer Welington Rajagukguk untuk memberi pengarahan kepada para peserta. Selain itu pada kesempatan ini juga diperkenalkan “Pojok Yustitia” yang berfungsi meningkatkan layanan informasi dan konsultasi hukum pada Subbagian Hukum BPK Perwakilan Sumsel.
Sementara itu berdasarkan arahan Kaditama Binbangkum disebutkan bahwa sesuai ketentuan Undang-undang, selain melakukan pemeriksaan keuangan, kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, BPK juga bertugas memantau penyelesaian kerugian negara/daerah, serta memantau pelaksanaan penggantian kerugian Negara/Daerah.
Adapun kewenangan BPK terkait penyelesaian kerugian Negara/Daerah antara lain menerima pemberitahuan dan laporan kerugian, menetapkan pengenaan ganti kerugian terhadap bendahara dan memantau tindak lanjutnya, memberikan pertimbangan tas penyelesaian ganti kerugian Negera/Daerah yang ditetapkan oleh pemerintah.
Selain itu juga terdapat permasalahan, sehingga penyelesaian ganti kerugian negara/daerah kurang optimal, antara lain pemahaman atau paradigma yang kurang tepat, tidak ada sanksi bagi atasan langsung atau kepala satuan kerja yang tidak melaporkan kerugian, sulitnya pembuktian kasus kerugian yang sudah lampau serta pemda belum melaporkan kasus kerugian negara yang dilakukan oleh bendahara.
Alternatif solusi yang dapat dilakukan diantaranya menginventarisasi, mengklasifikasi dan memverifikasi seluruh kasus kerugian yang terjadi, mengoptimalkan fungsi pemberian pertimbangan BPK, melaporkan setiap penyelesaian kerugian kepada BPK, koordinasi dengan BPK, Kanwil DJKN dan instansi yang berwenang terkait penyelesaian kerugian dan sinergisitas pelaksanaan kewenangan BPK. (Humas)